Home | Saved News
(+) Save News



Begini Prospek Emiten BUMN Karya yang Tengah Gencar Divestasi Aset



Begini Prospek Emiten BUMN Karya yang Tengah Gencar Divestasi Aset

Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Emiten BUMN karya terus berupaya untuk memperbaiki kinerja menjelang realisasi rencana merger di tahun 2026. Salah satu upayanya adalah divestasi aset sebagai bagian dari penyehatan keuangan.

Terbaru, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) menjual entitas usahanya, PT Cimanggis Cibitung Tollways, kepada PT Bakrie Toll Indonesia pada 28 November 2025 senilai Rp 3,28 triliun.  

Adapun transaksi ini dilakukan WSKT melalui anak usahanya, PT Waskita Toll Road selaku pemegang 35% saham di PT Cimanggis Cibitung Tollways. Ini setara dengan 20 juta saham.

Sekretaris Perusahaan Waskita Karya Ermy Puspa Yunita bilang, aksi korporasi ini menjadi bagian penting dari strategi restrukturisasi dan transformasi bisnis WSKT dan semakin memperkuat strategi bisnis untuk kembali ke bisnis inti sebagai kontraktor murni. 

“Dana hasil divestasi akan menambah likuiditas sekaligus arus kas bagi operasional perusahaan dan menunjukkan komitmen perseroan untuk menyelesaikan kewajiban kepada kreditur,” jelasnya. 

Lalu, ada PT PP Tbk (PTPP) melepas aset dengan total nilai Rp 1,69 triliun. Asal tahu saja, PTPP berencana untuk melepas dua anak usahanya yang berasal dari bisnis non-inti. 

Pertama, PTPP mendivestasikan kepemilikan saham di anak usahanya, PT PP Infrastruktur (PPIN) kepada PT Varsha Zamindo Laksana (VZL) dan afiliasinya.

Rencana penjualannya sebesar 81% atau 621.161 saham PPIN kepada PT Varsha Zamindo Laksana (VZL) dan/atau afiliasinya. 

Nilai transaksi yang ditawarkan mencapai Rp 1,41 triliun. Sehingga porsi kepemilikan PTPP di PPIN akan turun dari 99,15% menjadi 18,15% setelah transaksi rampung. 

Kedua, PTPP bakal melepas 47,81% kepemilikan sahamnya di PT Celebes Railway Indonesia kepada PT Solra Energi Terbarukan dengan nilai transaksi mencapai Rp282,1 miliar.  

Dana hasil divestasi ini nantinya akan digunakan PTPP untuk memperkuat kegiatan operasional dan mengembangkan proyek-proyek pada lini bisnis inti. 

Kemudian, PT Wijaya Karya Gedung Tbk (WEGE) menargetkan divestasi aset Rp 50 miliar di tahun 2025. Total realisasi divestasi hingga saat ini mencapai Rp 40 miliar, dengan target akhir tahun ini berada di kisaran Rp 40 miliar-45 miliar.

Mayoritas aset yang dilepas adalah proyek apartemen yang berada di Bandung. 

Sementara, divestasi aset ditargetkan Rp 100 miliar pada akhir tahun 2026. Untuk divestasi, WEGE menargetkan akan menjual aset yang sifatnya persediaan, seperti tanah dan apartemen.

Selain itu, ada beberapa aset produksi yang mau didivestasikan, terutama yang tingkat produktivitasnya belum sesuai rencana.

Induk usaha WEGE, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) juga berencana melepas anak usaha dan perusahaan asosiasi non-core demi meningkatkan pemulihan dan dividen bagi perseroan.

Salah satu aset yang mau dilepas WIKA adalah Tol Serang-Panimban yang dimiliki secara mayoritas, sekitar 85% dari total saham. Namun, tol ini belum akan didivestasikan dalam waktu dekat lantaran proses pengerjaan masih berlanjut. 

Sampai hari ini, Tol Serang Panimban yang baru beroperasi baru Seksi I sepanjang 20 kilometer (km) dari Serang menuju Rangkasbitung.  Seksi II ditargetkan mulai beroperasi di pertengahan tahun 2026. Sementara, Seksi III Tol Serang-Panimban akan selesai pada 2027.

Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, Arinda Izzaty melihat, aksi divestasi yang dilakukan emiten BUMN karya pada dasarnya memberikan efek langsung berupa perbaikan kas dan likuiditas. Sebab, aset non-inti maupun tol yang dijual menghasilkan arus kas masuk yang signifikan.

Secara keuangan, dampak utamanya adalah penurunan tekanan likuiditas, perbaikan rasio leverage, serta potensi penurunan beban bunga jika dana digunakan untuk pembayaran utang atau pemenuhan kewajiban restrukturisasi, seperti Master Restructuring Agreement (MRA).

Sementara, dampak jangka pendek terhadap laba cukup beragam, seperti ada kemungkinan munculnya laba/rugi sekali jalan dari transaksi. Tak bisa dipungkiri, hilangnya aset pendapatan berulang, seperti tol, juga menyebabkan berkurangnya recurring income di masa depan.

Dari sisi saham, pasar cenderung merespons positif bila divestasi dipakai untuk memperkuat neraca dan menunjukkan komitmen “back to core”.

“Namun, pasar akan bereaksi netral atau negatif jika penjualan dianggap sebagai ‘fire sale’ atau mengorbankan potensi pendapatan jangka panjang tanpa adanya kompensasi peningkatan kontrak baru,” katanya kepada Kontan, Senin (1/12).

Arinda berpandangan, kinerja BUMN Karya sepanjang 2025 masih akan bertumpu pada proses penyehatan neraca, realisasi divestasi, dan kemampuan memperoleh kontrak baru.

Perbaikan likuiditas setelah aksi pelepasan aset mulai terlihat pada paruh kedua 2025, sementara manfaat konsolidasi BUMN Karya baru terasa optimal ketika rencana merger masuk fase eksekusi penuh pada tahun 2026.

Sentimen positif untuk emiten BUMN karya di antaranya adalah percepatan belanja infrastruktur pemerintah, pipeline proyek yang membesar saat memasuki periode pembangunan pasca 2024, dan efisiensi yang dihasilkan dari konsolidasi BUMN akan menjadi pendorong penting.

“Aksi divestasi yang tepat guna juga akan menurunkan risiko gagal bayar dan memperkuat kepercayaan investor,” katanya.

Di sisi lain, sentimen negatif yang masih membayangi adalah beban utang tinggi, bunga mahal, margin konstruksi yang masih tipis, dan potensi keterlambatan implementasi merger. Selain itu, pelepasan aset menghasilkan trade-off berupa berkurangnya pendapatan berulang.

“Bila kondisi makro seperti suku bunga dan pertumbuhan ekonomi melemah, BUMN Karya masih berpotensi menghadapi tekanan pada kinerja 2025 sebelum pulih lebih penuh pada 2026,” ungkapnya.

Untuk mempercepat pemulihan, Arinda bilang, BUMN Karya perlu melanjutkan akselerasi divestasi aset non-inti dan mengutamakan penggunaannya bagi deleverage agar rasio utang segera membaik.

Selain itu, optimalisasi portofolio proyek dengan fokus pada kontrak inti yang marjin-nya lebih baik akan memperbaiki profitabilitas. Restrukturisasi utang secara lebih agresif, peningkatan efisiensi biaya proyek, serta transparansi penggunaan dana sangat krusial untuk mengembalikan kepercayaan pasar.

“Kerja sama aliansi atau joint venture (JV) dengan swasta, terutama untuk proyek yang membutuhkan pendanaan besar, dapat menambah backlog tanpa memperbesar beban modal,” ungkapnya.

Dilihat dari fundamental dan kualitas aset, PTPP berpotensi menjadi yang paling stabil sepanjang periode 2025-2026 karena portofolionya lebih beragam dan strategi “back to core” memberi arah yang jelas.

WIKA dan entitas grupnya berpeluang membaik bila konsolidasi BUMN Karya berjalan efektif pada 2026. Sementara, WSKT menawarkan potensi rebound besar namun dengan risiko tertinggi mengingat tekanan utang yang lebih berat meskipun mendapatkan kas besar dari divestasi tol.

“WEGE berpotensi membaik secara bertahap, tetapi skala kecil membuat dampaknya tidak setajam emiten induknya,” tuturnya.

Arinda pun menyarankan investor untuk memerhatikan PTPP dengan target harga Rp 580 per saham.





Source Berita


© 2024 - DotNet HTML News - Using AngleSharp and .NET 8.0 LTS