Home | Saved News
(+) Save News



Dolar AS Melemah Seiring Rencana Penurunan Fed Rate, Begini Dampaknya ke Rupiah



Dolar AS Melemah Seiring Rencana Penurunan Fed Rate, Begini Dampaknya ke Rupiah

Reporter: Chelsea Anastasia | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar global dan dalam negeri tengah mengantisipasi penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed) yang diproyeksi terjadi pada hari ini (17/9/2025). Alhasil, indeks dolar Amerika Serikat (AS) masih berada di tren pelemahan.

Melansir Bloomberg, Rabu (17/9/2025) pukul 18.45 WIB, indeks dolar AS atau DXY berada di level 96,799. Di posisi ini, indeks dolar AS terlihat naik 0,17% secara harian, namun masih tercatat turun 1,08% secara mingguan, serta anjlok 1,48% dalam sebulan terakhir.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo mengatakan, penurunan suku bunga oleh The Fed biasanya menyebabkan dolar AS melemah dalam jangka pendek.

“Sebab, imbal hasil aset yang berbasis dolar menjadi kurang menarik bagi investor. Akibatnya, mereka cenderung mengalihkan dananya ke mata uang lain yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi,” terangnya kepada Kontan, Rabu (17/9/2025).

Meskipun begitu, Sutopo mengatakan, pelemahan jangka panjang dolar AS adalah hal yang lebih sulit diprediksi.

Jika The Fed melakukan serangkaian pemangkasan suku bunga secara signifikan, atau jika bank sentral lain seperti Bank Sentral Eropa atau Bank of Japan justru menaikkan suku bunga, pelemahan dolar bisa bertahan lebih lama. 

“Sebaliknya, jika bank sentral lain juga memangkas suku bunga, pelemahan dolar mungkin tidak terlalu signifikan,” imbuhnya.

Namun ke depan, Sutopo menilai dolar AS masih memiliki potensi untuk menguat di masa depan, didorong oleh statusnya sebagai safe haven. 

Dalam kondisi ketidakpastian ekonomi ataupun geopolitik, dolar AS seringkali menjadi pilihan utama investor. “Permintaan yang tinggi ini akan mendorong nilainya menguat, terlepas dari kebijakan suku bunganya,” jelas Sutopo.

Adapun dengan tren pelemahan dolar AS saat ini, Sutopo menilai, mata uang negara berkembang, termasuk mata uang Garuda, berpotensi menguat. “Ini membuat harga barang impor menjadi lebih murah dan membantu meredam inflasi,” jelasnya.

Selain itu, melemahnya dolar AS dapat berdampak pada pengurangan beban utang. Sebab, pelemahan dolar dapat meringankan beban pembayaran utang bagi pemerintah dan korporasi yang memiliki pinjaman dalam mata uang dolar AS.

Dus, hingga akhir tahun, Sutopo menaksir indeks dolar AS dapat bergerak di kisaran 95-98. 

“Namun, penting untuk diingat bahwa pergerakan aktual bisa berbeda, tergantung pada perkembangan data ekonomi dan sentimen pasar global,” tandasnya.





Source Berita


© 2024 - DotNet HTML News - Using AngleSharp and .NET 8.0 LTS