Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Reksadana pasar uang mencetak pertumbuhan signifikan di bulan November 2024. Ketidakpastian arah suku bunga melatarbelakangi naiknya imbal hasil produk-produk pasar uang.
Mengutip data Infovesta, indeks kumpulan produk reksadana pasar uang mencatatkan pertumbuhan imbal hasil (return) sebesar 0,34% MoM di November 2024. Kinerja indeks reksadana pasar uang lebih baik dibandingkan reksadana pendapatan tetap yang tumbuh 0,12% MoM, serta reksadana campuran dan reksadana saham yang tercatat koreksi 2,50% MoM dan 4,95% MoM.
CEO PT Pinnacle Persada Investama (Pinnacle Investment) Guntur Putra mengatakan, kinerja reksadana pasar uang memang cenderung stabil di tengah ketidakpatian arah suku bunga. Sementara kelas aset reksadana lainnya terutama saham mengalami volatilitas cukup tinggi saat suku bunga tak tentu.
Guntur menjelaskan, faktor global seperti ketidakpastian suku bunga di negara maju, terutama di Amerika Serikat (AS), serta ketegangan geopolitik atau perang, seringkali menyebabkan investor lebih memilih instrumen yang lebih lebih berisiko rendah dan likuid seperti reksadana pasar uang.
Di tengah ketidakpastian bunga acuan tersebut, reksadana pasar uang menjadi pilihan yang lebih digemari karena dianggap sebagai produk yang lebih aman dibandingkan kelas aset lainnya yang lebih volatil.
‘’Reksadana pasar uang lebih diuntungkan ketika suku bunga meningkat, karena instrumen-instrumen underlyingnya juga seperti deposito dan surat berharga negara memberikan imbal hasil yang lebih tinggi,’’ ucap Guntur kepada Kontan.co.id, Rabu (11/12).
Di sepanjang Januari – November, return indeks reksadana pasar uang bahkan paling tertinggi yakni 4,26% ytd. Sementara itu, reksadana pendapatan tetap catatkan return 3,35% ytd, disusul pertumbuhan datar reksadana campuran 0,01% ytd, serta koreksi reksadana saham mencapai -7,34% ytd.
Guntur menilai, kinerja reksadana saham sejalan dengan pasar saham yang dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi global, seperti potensi resesi, gejolak politik, atau faktor-faktor eksternal lainnya. Di pasar obligasi, kenaikan suku bunga dapat menekan harga obligasi yang sudah ada, karena investor lebih memilih instrumen baru yang memberikan imbal hasil yang lebih tinggi.
‘’Koreksi yang terjadi di kedua pasar tersebut pada bulan-bulan terakhir bisa menyebabkan kinerja reksadana pendapatan tetap dan saham menjadi kurang optimal,’’ sebut Guntur.
SVP, Head of Retail, Product Research & Distribution Division PT Henan Putihrai Asset Management (HPAM), Reza Fahmi menuturkan, pasar obligasi yang kurang bergairah memang bisa berdampak pada kinerja reksadana pendapatan tetap. Yield obligasi pemerintah dan korporasi yang meningkat akan membuat harga obligasi turun.
Kinerja reksadana saham juga tertekan oleh pasar acuannya yang ditunjukkan dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, serta aksi jual bersih oleh investor asing. IHSG terpantau melemah 2,18% ytd, dana mengalami koreksi 6,07% mom.
Reza berujar, momentum ketidakpastian suku bunga global dan ketegangan geopolitik pada akhirnya telah mendorong investor mencari instrumen yang lebih aman dan likuid. Sehingga, pilihan investasi jatuh ke kelas pasar uang termasuk reksadana yang berinvestasi pada instrumen seperti deposito dan surat utang jangka pendek yang stabil dan aman.
‘’Stabilitas ekonomi dalam negeri dan kebijakan moneter yang mendukung juga berperan penting. Tingkat inflasi yang terkendali dan suku bunga yang relatif stabil membuat reksadana pasar uang menjadi pilihan menarik bagi investor yang mencari keamanan dan likuiditas,’’ imbuh Reza kepada Kontan.co.id, belum lama ini.
Menurut Reza, kinerja reksadana pasar uang akan tetap stabil dan menjadi pilihan utama bagi investor yang mencari keamanan dan likuiditas. Kinerja positif ini didukung oleh stabilitas ekonomi dan kebijakan moneter yang kondusif.
Reksadana pendapatan tetap dan saham sendiri prospeknya akan bergantung pada pergerakan yield obligasi dan pasar saham. Jika yield obligasi stabil atau menurun, kinerja reksadana pendapatan tetap bisa membaik. Hal serupa mungkin akan terjadi pada saham, jika sentimen pasar membaik dan IHSG menguat.
Secara keseluruhan, Guntur melihat, prospek investasi reksadana ke depan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global dan domestik. Misalnya stabilitas ekonomi atau perbaikan di pasar saham akan mendorong reksadana saham pulih, terutama dalam jangka panjang.
‘’Prospek reksadana secara keseluruhan masih cukup baik, dan perlu diingat reksadana merupakan instrumen investasi, bukan instrumen spekulasi,’’ imbuh Guntur.
Guntur menyebutkan, faktor-faktor yang dapat mendukung kinerja reksadana ke depan antara lain stabilitas ekonomi domestik, penurunan ketidakpastian global, dan kebijakan moneter yang lebih stabil. Adapun bagi investor yang lebih berisiko, reksadana saham dan campuran bisa memberikan imbal hasil yang lebih tinggi, namun tetap harus memperhatikan volatilitas pasar.