Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) mendapat fasilitas pinjaman dari Bank Permata. Pinjaman ini diberikan kepada delapan anak usahanya seperti PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo), PT Iforte Solusi Infotek, PT BIT Teknologi Nusantara, PT Solusi Tunas Pratama Tbk, PT Iforte Payment Infrasctructure, PT Varnion Technology Semesta, PT Iforte Energi Nusantara, PT Inti Bangun Sejahtera Tbk.
Sekretaris Perusahaan Sarana Menara Nusantara Monalisa Irawan dalam keterbukaan informasi di BEI pada Senin (17/11) memaparkan, total fasilitas pinjaman berulang dan pinjaman berjangka Bank Permata tersebut dengan nilai total Rp 3,5 triliun. "Protelindo menandatangani perjanjian penanggungan dan penggantian kerugian perusahaan untuk memberikan jaminan perusahaan guna menjamin pemenuhan kewajiban para peminjam berdasarkan perubahan perjanjian fasilitas," papar dia.
Pinjaman yang diberikan Bank Permata ini kemudian diubah. "Para pihak telah sepakat untuk menggabungkan atas fasilitas yang telah ada sebelumnya dan menambah pinjaman baru yakni IEN dan VTS," ujar Monalisa dalam rilis.
Pinjaman yang sudah ada adalah fasilitas pinjaman berulang yang diteken pada 23 Desember 2024 untuk Iforte, BIT, SUPR, Protelindo dan IPI. Selanjutnya, fasilitas pinjaman berjangka yang digunakan untuk ISI dan BIT telah ada sejak 1 Desember 2022. Terakhir ada fasilitas pinjaman berulang yang disepakati pada 10 Oktober 2024 untuk IBST.
Nah fasilitas pinjaman baru yang diperoleh salah satunya adalah pinjaman berjangka untuk Iforte dan BIT senilai Rp 1,5 triliun.
Selain itu ada fasilitas berulang alias revolving loan sebesar Rp 2 triliun untuk anak usaha lain. Rinciannya, pinjaman tersebut bisa digunakan Protelindo dengan sub limit dengan nilai maksimal Rp 295 miliar, Iforte sub limit Rp 1 triliun, BIT dengan sub limit Rp 1 triliun, SUPR dengan sub limit sebesar Rp 1 triliun, IEN Rp 150 miliar, IPI sebesar Rp 100 miliar, VTS dengan sublimit Rp 50 miliar dan IBST dengan limit Rp 600 miliar. Namun total fasilitas tersebut tidak melebihi Rp 2 triliun.
"Pelaksanaan atas transaksi tersebut tidak memiliki dampak negatif yang material dan merugikan terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan atau kelangsungan usaha," papar Monalisa.