Home | Saved News
(+) Save News



OJK Yakin Target Pembiayaan Fintech Lending untuk Sektor Produktif dan UMKM Tercapai



OJK Yakin Target Pembiayaan Fintech Lending untuk Sektor Produktif dan UMKM Tercapai

Reporter: Ferry Saputra | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan porsi penyaluran pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending untuk sektor produktif dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mesti 50%-70% pada fase 3 (2027-2028). Hal itu tertuang dalam Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech lending periode 2023–2028.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman meyakini target pembiayaan sektor produktif dan UMKM yang tertuang dalam roadmap dapat dilakukan tanpa harus mencabut moratorium.

"Upaya bisa melalui berbagai program kerja, antara lain peningkatan batas maksimum pembiayaan untuk mendukung sektor produktif dan optimalisasi sinergi untuk mendorong pembiayaan ke luar Pulau Jawa," ungkapnya dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Minggu (7/9/2025).

Asal tahu saja, dalam roadmap juga tertera target dari OJK pada fase 1 (2024-2025) bahwa adanya pembukaan moratorium fintech lending, khusus sektor produktif dan UMKM. Terkait hal itu, Agusman menerangkan OJK sedang melakukan pendalaman sebelum memutuskan pencabutan moratorium. Dia menyampaikan ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan langkah tersebut, yakni melihat kondisi industri fintech lending dan kesiapan infrastruktur. 

Sementara itu, Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda sempat berpendapat sudah saatnya OJK bisa membuka moratorium fintech lending. Nailul bilang ada sejumlah hal yang dapat menjadi pertimbangan regulator, seperti adanya ketentuan modal minimum Rp 12,5 miliar. Selain itu, dia menyebut pembukaan moratorium juga bisa meminimalkan pinjaman online (pinjol) ilegal.

"Saya rasa sudah seharusnya dibuka moratorium dengan ketentuan modal minimum yang sudah Rp 12,5 miliar. Di luar 96 penyelenggara, apabila ada pinjol ilegal yang sudah memenuhi syarat modal, lebih baik dilegalkan saja, untuk mengurangi pinjol ilegal," ungkapnya beberapa waktu lalu.

Menurut Nailul, paling penting ketika pinjol ilegal tersebut menjadi legal dan tergabung ke dalam ekosistem fintech lending, tentu mereka harus patuh terhadap aturan OJK.

Selain itu, dia menerangkan indikator lainnya yang menunjukkan moratorium bisa dibuka, antara lain laba industri fintech lending yang terus tumbuh, permintaan makin banyak (pasar masih luas), serta rasio kredit macet atau TWP90 yang masih terkendali. 

"Tinggal nanti dilakukan seleksi alam di industri pindar," kata Nailul. 





Source Berita


© 2024 - DotNet HTML News - Using AngleSharp and .NET 8.0 LTS