Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah tengah menyiapkan anggaran sebesar Rp 2.567 triliun untuk mendanai program prioritas Presiden Prabowo Subianto dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menekankan, besarnya alokasi anggaran tidak otomatis berbanding lurus dengan dampak ekonomi. Ia mencontohkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang meski memiliki anggaran besar, efeknya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) diperkirakan hanya 0,06% karena bersumber dari realokasi dana pendidikan.
"Kunci dari penyerapan anggaran adalah efektivitas dari anggaran. Anggaran bisa efektif apabila diimplementasikan dengan optimal," ujar Huda kepada KONTAN Senin (1/12/2025).
Huda menyinggung pengalaman belanja infrastruktur selama 2015–2023 yang mencapai total Rp 3.167 triliun atau rata-rata Rp 300 triliun per tahun, namun pertumbuhan ekonomi tetap stagnan di 5%. "Awalnya pemerintah berkelakar akan tercipta efek multiplier yang bisa menggerakkan perekonomian daerah, tapi ternyata tidak juga," kata dia.
Menurut Huda, struktur ekonomi Indonesia yang membuat pengeluaran pemerintah hanya 10% hingga 15% dari PDB membatasi besarnya dampak langsung belanja negara terhadap pertumbuhan.
Karena itu, efek dari belanja pemerintah, meskipun menembus lebih dari Rp 2.500 triliun tidak akan signifikan kecuali difokuskan pada belanja modal produktif. "Kecuali dialokasikan untuk belanja modal yang mampu menggerakkan ekonomi secara signifikan," pendapat Huda.
Sementara itu, Head of Macroeconomics & Market Research Permata Bank Faisal Rachman menilai delapan program prioritas Prabowo, mulai dari ketahanan pangan, energi, makan bergizi kesehatan (MBG), pendidikan, kesehatan, penguatan ekonomi rakyat, pertahanan semesta, hingga akselerasi investasi dan perdagangan global, secara teoritis dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.
"Program-program tersebut memang dapat mengakselerasi pertumbuhan setiap komponen PDB yang dapat memicu pertumbuhan ekonomi lebih cepat," kata Faisal.
Namun Faisal mengingatkan implementasi program tidak bebas dari tantangan. Dari sisi penerimaan negara, ekonomi yang belum pulih sepenuhnya membuat peningkatan pendapatan negara berpotensi berjalan lambat. "Maka harus hati-hati dari sisi disiplin fiskal terkait manajemen anggaran terutama defisit," kata dia.
Faisal menambahkan pola belanja pemerintah selama ini yang menumpuk di akhir tahun perlu diperbaiki. Tanpa percepatan penyerapan, multiplier effect dari anggaran jumbo tersebut akan berkurang.
"Dari sisi belanja, tidak hanya harus efektif dan tepat sasaran, pelaksanaannya harus juga dipercepat sehingga tidak menumpuk di menjelang akhir tahun seperti pola-pola saat ini. Sehingga multiplier effect nya dapat lebih tinggi," papar Faisal.