Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa melalui pungutan Bea Keluar (BK) emas sebesar 15% pada tahun 2026 mendatang, pemerintah menargetkan pendapatan tambahan senilai minimal Rp 2 triliun dan maksimal Rp 6 triliun.
"Berapa triliun lah itu, Rp 2 sampai Rp 6 triliun," ungkap Purbaya saat ditemui di agenda Ecoverse Bloomberg Businessweek di Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Menurut dia, penetapan bea keluar emas bukan saja untuk menambah pendapatan negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) namun juga untuk mengetahui volume ekspor emas Indonesia secara keseluruhan.
"Kalau emas kita ada kan, sekarang kan bea ekspornya 0 (persen) kalau tidak salah. Selain untuk meningkatkan pendapatan pemerintah, kita juga melihat seberapa sih ekspor emas kita sebenarnya, jadi kita lihat nanti ada potensi income apa yang bisa kita ambil dari pertambangan itu," jelas dia.
Sebelumnya, dalam catatan Kontan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan ketetapan bea keluar adalah sepenuhnya kewenangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Pengenaan bea keluar emas adalah kewenangan Kemenkeu. Jadi ESDM tidak menerbitkan aturan turunannya. Tarif dan ketentuannya akan diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK)," ungkap Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Siti Sumilah Rita Susilawati kepada Kontan, Rabu (19/11/2025).
Ia juga menambahkan, sebagai penyesuaian, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2023 tentang Harga Patokan Ekspor (HPE) produk pertambangan yang dikenakan BK ke depannya akan diselaraskan.
Rita juga menyebut, penerapan BK emas bukan hanya dipengaruhi adanya potensi Domestic Market Obligation (DMO) emas.
"Tujuan bea keluar emas adalah memastikan kebutuhan dalam negeri terpenuhi, menjaga kelestarian Sumber Daya Alam (SDA), mengantisipasi lonjakan harga internasional, dan menjaga stabilitas harga di dalam negeri. Bukan semata-mata karena target DMO," jelasnya.