Home | Saved News
(+) Save News



Curah Hujan Ekstrem Dinilai Jadi Pemicu Utama Banjir Besar di Sumatra



Curah Hujan Ekstrem Dinilai Jadi Pemicu Utama Banjir Besar di Sumatra

Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pakar menegaskan bahwa curah hujan ekstrem menjadi faktor utama di balik banjir dan longsor besar yang melanda berbagai wilayah di Sumatra pada akhir November 2025 lalu. 

Fenomena cuaca akibat bibit siklon tropis memang berperan, namun dampak kerusakan diperparah oleh kondisi alam dan tata kelola lingkungan yang sudah rapuh.

Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menjelaskan bahwa sistem siklonik memang meningkatkan intensitas hujan melalui pasokan uap air, penguatan angin, dan pembentukan awan konvektif. Namun, ia menegaskan bencana tidak dipicu satu faktor saja. 

“Siklon tropis bukan satu-satunya penyebab banjir dan longsor di Sumatera. Kerusakan yang terjadi merupakan kombinasi kondisi hidrologi, geologi, dan tata ruang wilayah,” ujarnya seperti dikutip dari Kompas.com Kamis (4/12/2025).

Ketua Umum Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI), Harkunti Pertiwi Rahayu, menyebut rangkaian banjir bandang kali ini sebagai “the perfect disaster”. 

Menurutnya, bibit siklon yang tumbuh di Selat Malaka berinteraksi dengan musim monsun dan topografi Bukit Barisan sehingga memicu sistem cuaca yang tidak lazim dan memperburuk kondisi di lapangan.

Dari sisi akademik, dua pakar IPB University menekankan pentingnya analisis berbasis data dalam membaca akar bencana. Mereka mengingatkan agar publik tidak terburu-buru menyalahkan satu sektor, terutama perkebunan sawit.

Guru Besar Kebijakan Kehutanan IPB, Sudarsono Soedomo, mengatakan kerusakan hutan di Indonesia sudah terjadi jauh sebelum ekspansi sawit. 

Ia menilai degradasi kawasan lebih banyak disebabkan pembalakan liar, lemahnya tata kelola, dan ketiadaan kepastian hukum. “Banyak daerah menjadi open access. Narasi menyalahkan sawit terus berulang, padahal faktanya jauh lebih kompleks,” ujarnya.

Sementara itu, Budi Mulyanto, Kepala Pusat Studi Sawit IPB University, menegaskan bahwa curah hujan ekstrem adalah faktor dominan bencana kali ini. Merujuk paparan BMKG, ia menyebut curah hujan di akhir November mencapai 411 mm dalam satu hari, setara akumulasi satu setengah bulan. 

“Dalam ekosistem apa pun, kalau hujannya setinggi itu, infiltrasi tanah tidak mampu menampung air. Run-off pasti besar, bahkan di hutan belantara sekalipun,” katanya.

Ia menambahkan, hujan ekstrem juga memicu banjir di Malaysia, Thailand, dan Vietnam, yang semuanya berada di jalur badai siklon tropis Senyar. Karena itu, menurutnya, menyederhanakan penyebab bencana hanya pada faktor penggunaan lahan tertentu justru berpotensi menyesatkan.

Para ahli sepakat bahwa pemahaman akurat mengenai penyebab bencana sangat penting untuk merumuskan strategi mitigasi yang tepat. Tanpa itu, risiko bencana serupa akan terus berulang di masa mendatang.





Source Berita


© 2024 - DotNet HTML News - Using AngleSharp and .NET 8.0 LTS