Home | Saved News
(+) Save News



Desak Hentikan Impor, Produsen Lokal Klaim Mampu Produksi 8 Juta Food Tray per Bulan



Desak Hentikan Impor, Produsen Lokal Klaim Mampu Produksi 8 Juta Food Tray per Bulan

Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produsen lokal yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Wadah Makan Indonesia (Apmaki) dan Asosiasi Produsen Alat Dapur dan Makan (Aspradam) mendesak pemerintah untuk menutup kran impor baki makanan atau food tray yang digunakan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

Alasannya, selain kapasitas produksi dalam negeri dinilai mencukupi, terdapat dugaan penggunaan minyak babi dalam proses produksi food tray impor asal Tiongkok.

Anggota Apmaki, Zulfi Henri menjelaskan, saat ini produsen lokal mampu memproduksi food tray hingga 8 juta unit per bulan. 

“Data lengkap sudah kami serahkan ke Kementerian Perindustrian. Beberapa pabrik bahkan sudah mengantongi sertifikat TKDN, SNI, dan halal. Dalam satu bulan ke depan, seluruh anggota Apmaki akan tersertifikasi halal,” kata Zulfi dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (17/9/2025).

Menurutnya, secara kapasitas industri dalam negeri saat ini justru mengalami surplus. Namun, sejak pemerintah membuka izin impor, mayoritas pabrik berhenti beroperasi. 

“Tidak ada yang membeli produk lokal karena banjir impor. Saat ini hanya satu sampai dua pabrik yang masih berjalan sebatas menjaga agar karyawan tidak dirumahkan,” ungkapnya.

Zulfi menambahkan, dugaan penggunaan minyak babi dalam proses produksi baki impor pertama kali diungkapkan oleh Wakil Sekretaris RMI NU DKI, Wafa Riansyah, yang juga merupakan supplier baki makanan. 

Saat melakukan kunjungan ke pabrikan food tray di Tiongkok, Wafa mengambil sampel pelumas yang digunakan. Setelah diperiksa, hasilnya menunjukkan adanya kandungan minyak babi.

Menindaklanjuti temuan itu, Apmaki bersama Aspradam telah menyurati Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Badan Gizi Nasional.

MUI bahkan sudah mengundang asosiasi untuk membahas lebih lanjut bukti temuan, termasuk video proses produksi di Tiongkok.

Apmaki menegaskan, asosiasi tidak menolak sepenuhnya impor baki. Namun, Zulfi meminta agar pemerintah memprioritaskan produksi dalam negeri yang sudah memenuhi standar halal, SNI, dan TKDN. 

“Kalau memang kebutuhan melebihi kapasitas nasional, barulah impor dilakukan. Jangan sampai impor besar-besaran justru mematikan industri dalam negeri,” katanya.

Lebih jauh, Zulfi menyoroti lemahnya pengawasan terhadap baki impor yang masuk ke Indonesia. Ia menyebut, produk impor kerap menggunakan material non-food grade demi menekan harga. 

“Bahkan ada yang mencampur material berbeda, sehingga kualitasnya diragukan. Beberapa dapur sekolah sudah mengeluhkan baki yang cepat berkarat,” ujarnya.

Dengan kondisi ini, Apmaki dan Aspradam berharap pemerintah segera mengevaluasi kebijakan impor baki untuk program MBG. 

“Industri dalam negeri siap mendukung penuh program makan bergizi gratis, asalkan diberi ruang untuk berproduksi dan bersaing sehat,” pungkas Zulfi.





Source Berita


© 2024 - DotNet HTML News - Using AngleSharp and .NET 8.0 LTS