Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
BALI, KONTAN.CO.ID. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terus memperkuat kerjasama internasional untuk mempersempit ruang gerak pelaku penggelapan dan penghindaran pajak.
Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, mengatakan Indonesia saat ini menjalin kolaborasi intensif dengan sejumlah negara, termasuk Jepang, Korea Selatan, Thailand, Singapura, Malaysia, hingga Australia.
Setiap negara mitra memiliki keunggulan berbeda yang mendukung penanganan perpajakan lintas batas.
Bimo mencontohkan, Jepang menjadi mitra strategis melalui nota kesepahaman terkait tindak pidana pajak (tax crime) dan dukungan lewat OECD Task Force on Tax Crime.
“Ini tentunya menghindari negara-negara yang menjadi tempat pelarian bagi pelaku tax criminal. Jadi area mereka untuk lari makin sempit karena kita sudah bekerjasama,” ujarnya dalam Media Gathering di Bali, Selasa (25/11).
Sementara itu, Korea Selatan, Singapura, dan Thailand menjadi rujukan DJP dalam pengembangan teknologi untuk mendeteksi penggelapan pajak.
Ketiga negara tersebut telah memanfaatkan algoritma dan machine learning untuk mengidentifikasi pola tax evasion maupun tax avoidance secara otomatis.
Penguatan teknologi ini juga menjadi fokus dalam pengembangan sistem Coretax. Nantinya, Coretax akan dilengkapi kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis data terstruktur maupun tidak terstruktur, mendeteksi pola mencurigakan, dan melakukan flagging abnormalitas sebelum ditindaklanjuti auditor maupun penyidik.
Kerjasama dengan Malaysia difokuskan pada pertukaran pengetahuan dan informasi, khususnya untuk menangani wajib pajak grup di industri kelapa sawit.
Sedangkan dengan Australia, DJP dan Australian Taxation Office (ATO) memperkuat kolaborasi dalam pertukaran pengalaman menangani kasus transfer pricing.
Dengan langkah-langkah tersebut, DJP berharap pengawasan pajak lintas negara semakin ketat, sekaligus mendorong kepatuhan wajib pajak domestik dan internasional.