Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, menilai langkah Presiden Prabowo Subianto menunjuk Letnan Jenderal (Purn) Djamari Chaniago sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) adalah sebuah keputusan yang tepat.
Bawono menjelaskan, figur Djamari sejalan dengan kompleksitas tantangan nasional dan global saat ini. Menurutnya, posisi Menko Polkam menuntut kehadiran figur yang terbiasa dengan dinamika publik, tidak kaku, dan mau mendengar masukan dari berbagai kalangan.
"Figur menteri koordinator politik dan keamanan mendatang harus merupakan figur terbiasa dengan diskursus publik," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (17/9).
Kriteria penting lainnya, kata Bawono, adalah sosok yang tidak alergi terhadap kritik, pro demokrasi, serta mampu bekerja sama dengan presiden dan jajaran menteri di bawah koordinasinya.
"Dalam konteks itu, dengan melihat segudang pengalaman dan track record yang dimiliki, maka penunjukan terhadap Letnan Jenderal (Purn) Djamari Chaniago adalah langkah tepat," tegasnya.
Sinyal Kuat Reformasi Polri
Di sisi lain, Bawono juga menyoroti pelantikan mantan Wakapolri, Komjen (Purn) Ahmad Dofiri, menjadi Penasihat Khusus Presiden Bidang Keamanan, Ketertiban, dan Reformasi Kepolisian.
Menurutnya, penunjukan ini dinilai sangat menarik dan menjadi sinyal kuat agenda reformasi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
"Pelantikan ini menarik dicermati seiring dengan kabar Presiden Prabowo Subianto dalam waktu dekat akan membentuk Komisi Reformasi Kepolisian Republik Indonesia," jelas Bawono.
Ia menyebut, desakan reformasi Polri yang disuarakan oleh Gerakan Nurani Bangsa merupakan tuntutan pembenahan institusional. Hal ini terutama berkaitan dengan tindak kekerasan terhadap kelompok sipil, seperti yang terjadi saat aksi demonstrasi pada akhir Agustus lalu.
Menurutnya, agenda reformasi ini nantinya akan mengkaji ulang tugas, wewenang, kedudukan, dan ruang lingkup Polri. Namun, yang terpenting dari semuanya adalah perubahan cara pandang institusi.
"Yang terpenting adalah reformasi paradigma terkait dengan peran dan fungsi dari Polri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Bawono.
Ia berpendapat, akar masalah dari kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terletak pada level paradigma atau kerangka berpikir yang mendasar. Tanpa adanya perubahan pada level ini, peristiwa kekerasan terhadap warga sipil akan sulit dicegah.
"Selama paradigma itu tidak berubah, sulit bagi kita semua mengharapkan peristiwa miris kemarin tidak akan terulang di kemudian hari," pungkasnya.