Home | Saved News
(+) Save News



DPR Kritik Lambannya Pemerintah Terbitkan PP Peta Jalan Pajak Karbon



DPR Kritik Lambannya Pemerintah Terbitkan PP Peta Jalan Pajak Karbon

Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengkritik Kementerian Keuangan yang tak kunjung menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait peta jalan pajak karbon.

Sebagaimana diketahui, aturan pajak karbon tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Nomor 7 Tahun 2021.

Misbakhun menjelaskan bahwa ketentuan terkait pajak karbon dalam Undang-Undang HPP disusun pada masa berlangsungnya KTT COP 26 di Glasgow, Skotlandia pada 31 Oktober hingga 12 November 2021.

Pada saat itu, kata Misbakhun, Presiden Indonesia Joko Widodo harus menghadiri pertemuan tersebut dan UU HPP ditargetkan selesai sebelum keberangkatannya.

Indonesia, menurutnya, perlu menyesuaikan diri dengan protokol pengurangan emisi gas rumah kaca dan menunjukkan komitmen serius melalui penerapan pajak karbon.

“Dan Indonesia harus menunjukkan komitmennya terhadap bagaimana Indonesia melakukan upaya-upaya yang serius dalam rangka yaitu pengurangan emisi gas rumah kaca dengan cara melakukan penerapan pajak karbon,” kata Misbakhun dalam rapat kerja, Senin (17/11/2025).

Ia bercerita, Indonesia pada saat itu akhirnya membuat aturan yang dimasukkan di dalam UU HPP tentang mulai diterapkannya pajak karbon, diterapkannya bursa karbon, tapi kemudian ada persyaratan yang utama diminta yaitu peta jalan mengenai pajak karbon Indonesia yang hingga saat ini belum dijalankan.

“Saya nggak tahu, tadi di penjelasannya Pak Febrio (Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu) belum dijelaskan sama sekali kenapa PP ini bisa tidak berjalan mengenai peta jalan,” ungkapnya.

Bahkan, Misbakhun pun mempertanyakan terkait hambatan yang membuat implementasinya tertunda, padahal UU HPP tersebut sudah lebih dari empat tahun berlaku.

Ia juga menyoroti bahwa perkembangan bursa karbon (IDXCarbon) sampai sekarang masih terbatas, dengan nilai transaksi sekitar Rp78 miliar hingga pertengahan November 2025. Serta mayoritas pembayar pajaknya pun berasal dari sektor PLTU.

“Tadi ada narasi yang sangat mengkhawatirkan bahwa apakah pajak ini akan memberikan dampak pembebanan terhadap biaya energi dan sebagainya. Nah itu yang harus diluruskan,” tandasnya.

Sebagaimana diketahui, hingga saat ini Kementerian Keuangan masih menyusun peta jalan pajak karbon. Peta jalan pajak karbon di antaranya akan memuat strategi penurunan emisi karbon dalam NDC, sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru terbarukan, dan keselarasan dengan peraturan lainnya.





Source Berita


© 2024 - DotNet HTML News - Using AngleSharp and .NET 8.0 LTS