Home | Saved News
(+) Save News



Ekonom Ungkap Anomali Rupiah 2025: Melemah di Tengah Ekonomi Kuat, Apa Apa?



Ekonom Ungkap Anomali Rupiah 2025: Melemah di Tengah Ekonomi Kuat, Apa Apa?

Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah masih berlanjut hingga pertengahan Kuartal IV (Q4)-2025, meskipun sejumlah indikator menunjukkan adanya perbaikan signifikan pada kondisi ekonomi domestik.

Pelemahan nilai tukar yang terjadi secara berlarut ini dinilai sejumlah ekonom sebagai anomali yang perlu diwaspadai.

Fenomena ini dianggap kontradiktif, sebab terjadi di tengah tren pemulihan ekonomi Indonesia yang terus menguat.

Pada penutupan perdagangan Selasa (18/11/2025), rupiah spot kembali ditutup melemah Rp 15 atau 0,09% menjadi Rp 16.751 per dolar Amerika Serikat (AS).

Sejalan dengan itu, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) juga tercatat turun Rp 26 atau 0,16% ke level Rp 16.760 per dolar AS.

Volatilitas dan Kontras Pertumbuhan

Secara kuartalan, volatilitas rupiah sepanjang tahun 2025 cukup tajam dan tidak searah dengan pergerakan ekonomi makro.

Berdasarkan perhitungan Kontan, berikut rata-rata pergerakan rupiah versus pertumbuhan ekonomi domestik pada 2025:

Periode Perubahan Rupiah (Rata-rata) Pertumbuhan Ekonomi (YoY)
Q1-2025 Melemah 2,52% Tumbuh 4,87%
Q2-2025 Menguat 3,50% Tumbuh 5,12%
Q3-2025 Melemah 3,20% Tumbuh 5,04%
Akhir Q3 Melemah 1,38% -
Pertengahan Q4 (Okt-Nov) Melemah 0,73% -

Data menunjukkan, sepanjang tahun 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami perbaikan, bergerak ke angka rata-rata 5%.

Namun, tren penguatan rupiah di Kuartal II gagal dipertahankan dan berbalik melemah signifikan pada paruh kedua tahun ini.

Penyebab Pelemahan: Outflow dan Gap Yield

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual, menilai pelemahan rupiah yang bertolak belakang dengan pemulihan ekonomi utamanya dipicu oleh keluarnya dana asing (outflow) dari instrumen portofolio.

"Rupiah melemah didorong oleh outflow asing, terutama pada investasi portofolio. Selain itu, dolar AS juga menguat seiring menurunnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pada Desember," kata David kepada Kontan, Selasa (18/11/2025).

Menurut David, pemulihan ekonomi baru bisa menjadi katalis penguatan rupiah jika mampu menarik arus modal masuk yang lebih kuat dan berkesinambungan, terutama investasi langsung (Foreign Direct Investment/FDI).

Stabilitas inflasi, disiplin fiskal, serta efektivitas penggunaan anggaran menjadi faktor kunci dalam menjaga minat investor jangka panjang.

Di sisi lain, Global Market Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, menyebut anomali ini terjadi karena adanya perbedaan pergerakan modal antar-instrumen investasi.

"Di pasar saham terjadi inflow yang besar setiap bulan, minimal US$ 3 miliar hingga US$ 4 miliar. Namun, rupiah melemah karena capital outflow besar dari pasar Surat Utang Negara (SUN) atau obligasi," jelas Myrdal kepada Kontan.

Ia menjelaskan, investor asing keluar dari pasar obligasi karena selisih imbal hasil (gap yield) antara obligasi Indonesia dan obligasi AS semakin menyempit. Investor asing cenderung masuk ketika gap yield berada di atas 220 basis poin (bps).

Sayangnya, saat ini gap tersebut sudah bergerak di bawah level psikologis tersebut.

Selain itu, defisit neraca berjalan juga turut memberi tekanan tambahan, terutama akibat adanya arus keluar untuk pembayaran bunga utang serta repatriasi hasil investasi asing di sektor riil.

Rekomendasi: Penguatan Fundamental dan DHE

Untuk memperbaiki pergerakan rupiah, Myrdal menekankan pentingnya penguatan fundamental ekonomi agar ketergantungan investor terhadap selisih imbal hasil antarnegara semakin berkurang.

"Investor harus masuk bukan hanya karena yield, tapi karena prospek ekonomi kita memang kuat," tegasnya.

Myrdal juga mendorong otoritas terkait untuk tegas dan konsisten dalam penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE).

Menurutnya, implementasi yang konsisten dapat meningkatkan pasokan valuta asing (valas) di pasar domestik, memberikan dukungan langsung terhadap stabilitas rupiah.

"Dana hasil ekspor harus masuk penuh dan berkontribusi kepada pasar valuta domestik. Itu penting untuk memperkuat rupiah," tutupnya.

Dengan kombinasi penguatan fundamental ekonomi, konsistensi kebijakan, serta ketegasan pengelolaan devisa, tekanan terhadap rupiah diharapkan dapat mereda seiring hadirnya lebih banyak sentimen positif dari dalam negeri.





Source Berita


© 2024 - DotNet HTML News - Using AngleSharp and .NET 8.0 LTS