Home | Saved News
(+) Save News



INA Sebut Danantara Sebagai 'Sister Company', Begini Beda Fokus Investasi



INA Sebut Danantara Sebagai 'Sister Company', Begini Beda Fokus Investasi

Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kehadiran lembaga baru pengelola BUMN yakni Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, dipastikan tidak akan mengganggu fokus dan gerak investasi Indonesia Investment Authority (INA).

Ketua Dewan Direktur INA, Ridha Wirakusumah, menegaskan bahwa kedua entitas tersebut adalah sister company atau perusahaan di satu negara, namun akan menggarap ceruk yang berbeda.

Ridha menyebut, INA memandang Danantara sebagai mitra dalam ekosistem investasi nasional. Ia juga menilai lumrah bagi sebuah negara untuk memiliki lebih dari satu Sovereign Wealth Fund (SWF), bahkan hingga tiga atau lima entitas sekaligus.

"So far Danantara is sister company, kan. Kalau di negara lain tuh banyak loh sovereign wealth fund ada 3-5 (SWF)," ujar Ridha saat ditemui di Jakarta, Senin (17/11/2025).

Menurut Ridha, misi utama Danantara akan lebih terfokus pada pengelolaan dan investasi skala besar di lingkungan internal Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mengingat Danantara baru seumur jagung, ia meminta publik untuk bersabar dan memberikan waktu bagi lembaga baru tersebut untuk berbenah.

"Misi mereka itu kan mengembangkan investasi yang besar-besar, di BUMN segala macam gitu loh. Kita kasih waktu ke mereka lah, baru kan mereka juga baru berdiri, belum setahun," jelasnya.

Ia membandingkan, INA pada tahun pertama berdirinya juga masih fokus melakukan pembenahan internal sebelum tancap gas berinvestasi.

Perbedaan fokus inilah yang menurut Ridha menjadi pembeda utama antara INA dan Danantara. Dia menyebut, INA saat ini memiliki lima fokus sektor investasi utama yang digarap secara spesifik.

Sementara itu, Danantara diproyeksikan akan menggarap portofolio yang jauh lebih luas dan beragam. "(Danantara) mereka kayaknya investasinya lebih banyak deh ada delapan atau sembilan (sektor)," tandasnya.

Di samping itu, Ridha menuturkan, INA saat ini fokus pada lima sektor investasi pertama di bidang infrastruktur, kesehatan, teknologi, energi baru terbarukan (renewable energy) dan advance material.

"Advanced material itu bisa masuk ke litium, bisa masuk ke pengembangan silikon," tandasnya.

Lebih lanjut, Ridha menambahkan, selama empat tahun berjalan ini rata-rata investasi yang diguyur oleh INA mencapai Rp 15 triliun - Rp 16 triliun per tahun.

"Selama lima tahun terakhir, empat tahun terakhir ini kan rata-rata sekitar one billion dollar ya, sekitar Rp 15 triliun - Rp 16 triliun investasinya. Tahun ini mungkin lebih dari tahun yang lalu, dan tahun depan mudah-mudahan lebih juga dari tahun ini," pungkasnya.





Source Berita


© 2024 - DotNet HTML News - Using AngleSharp and .NET 8.0 LTS