Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menegaskan pemerintah akan tetap mengutamakan produk dalam negeri dalam pengadaan baki makanan atau food tray untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Pernyataan ini menanggapi desakan produsen lokal yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Wadah Makan Indonesia (Apmaki) dan Asosiasi Produsen Alat Dapur dan Makan (Aspradam) agar pemerintah menutup keran impor food tray.
Asosiasi menilai kapasitas produksi nasional sudah mencukupi, bahkan muncul dugaan penggunaan minyak babi dalam proses produksi baki impor asal Tiongkok.
“Kami akan tetap mengutamakan produk dalam negeri,” ujar Dadan kepada Kontan, Rabu (17/9/2025).
Lebih lanjut, Dadan menjelaskan bahwa isu kandungan minyak babi dalam baki impor menjadi ranah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
“Itu ranahnya BPJPH. Jika memang harus impor, produk wajib mendapat sertifikat halal dari BPJPH,” tegasnya.
Anggota Apmaki, Zulfi Henri, menyebut produsen lokal mampu memproduksi hingga 8 juta unit food tray per bulan.
Sejumlah pabrik juga sudah mengantongi sertifikat TKDN, SNI, dan halal, serta ditargetkan seluruh anggota Apmaki akan bersertifikat halal dalam waktu sebulan.
“Namun sejak pemerintah membuka izin impor, mayoritas pabrik berhenti beroperasi karena tidak ada permintaan. Saat ini hanya 1–2 pabrik yang masih berjalan sebatas menjaga agar karyawan tidak dirumahkan,” ujarnya.
Lebih jauh, Zulfi menyoroti dugaan penggunaan minyak babi pada baki impor asal Tiongkok yang pertama kali diungkapkan Wakil Sekretaris RMI NU DKI, Wafa Riansyah.
Sampel pelumas dari pabrikan di Tiongkok yang diperiksa disebut mengandung minyak babi dan telah dilaporkan ke Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Zulfi menegaskan pihaknya tidak menolak sepenuhnya impor, namun meminta agar pemerintah memprioritaskan produk lokal yang telah memenuhi standar halal, SNI, dan TKDN.
“Kalau memang kebutuhan melebihi kapasitas nasional, barulah impor dilakukan. Jangan sampai impor besar-besaran justru mematikan industri dalam negeri,” katanya.
Ia juga mengkritisi lemahnya pengawasan produk impor yang dinilai kerap menggunakan material non-food grade dan mudah berkarat.
Karena itu, Apmaki dan Aspradam mendorong pemerintah mengevaluasi kebijakan impor agar industri lokal dapat berkontribusi penuh dalam mendukung keberhasilan program MBG.