Home | Saved News
(+) Save News



Kesepakatan Tarif Dagang RI–AS Belum Resmi Diteken, Neraca Dagang Bisa Makin Susut



Kesepakatan Tarif Dagang RI–AS Belum Resmi Diteken, Neraca Dagang Bisa Makin Susut

Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah mengakui kesepakatan dagang terkait tarif resiprokal antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) hingga kini memang belum dituangkan melalui penandatanganan perjanjian resmi. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat dikonfirmasi terkait hambatan dalam proses finalisasi kesepakatan kedua negara.

“Yang jadi masalah karena belum ditandatangani,” ujar Airlangga kepada awak media di Kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (12/12/2025).

Meski demikian, Airlangga menegaskan tidak ada kendala berarti dalam penyelesaian perjanjian tersebut. Menurut dia, seluruh substansi utama sudah disepakati pada level pemimpin.

“Non-tarif barrier tinggal ditulis saja. Semua sudah selesai antara Pak Presiden Prabowo dan Presiden Trump sudah selesai, itu sudah menjadi bagian dari joint statement kemarin,” pungkasnya.

Surplus Dagang Bisa Menyempit Jika Tarif 32% Berlak

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual bilang, jika rumor tersebut terjadi dan penerapan tarif hingga 32% berpotensi membuat surplus neraca dagang Indonesia dengan AS menyempit. Hal itu terutama karena beberapa produk Indonesia dapat kalah saing dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia.

“Jika tarif memang berlaku 32%, ada potensi surplus neraca dagang RI dengan AS menyempit,” ujar David kepada Kontan, Jumat (12/12/2025).

Namun, ia menambahkan dampaknya tidak akan langsung terasa. Beberapa komoditas utama Indonesia seperti crude palm oil (CPO) alias minyak sawit relatif sulit digantikan oleh negara lain.

“Namun, tetap butuh waktu untuk dampaknya terlihat karena beberapa produk unggulan Indonesia seperti CPO tidak mudah digantikan oleh negara lain seperti Malaysia karena keterbatasan kapasitas produksi,” jelasnya.

David juga menilai bahwa dampak terhadap perekonomian nasional akan terbatas mengingat porsi ekspor ke AS tidak terlalu besar.

“AS menyumbang sekitar 10% dari total ekspor Indonesia, sehingga dampak langsung ke neraca dagang Indonesia relatif terbatas. Kontribusi ekspor AS ke PDB nominal itu sekitar 2%, jadi dampak langsung pada pertumbuhan ekonomi tidak terlalu signifikan,” katanya.





Source Berita


© 2024 - DotNet HTML News - Using AngleSharp and .NET 8.0 LTS