Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketidakstabilan ekonomi menjadi pemicu utama meningkatnya ancaman terhadap bisnis dan eksekutif perusahaan di Indonesia. Hal ini terungkap dalam riset World Security Report 2025 yang dirilis Allied Universal bekerja sama dengan jaringan bisnis internasionalnya, G4S.
Riset tersebut menunjukkan, 71% Chief Security Officer (CSO) di Indonesia menilai ketidakstabilan ekonomi sebagai faktor utama ancaman keamanan bisnis pada 2026. Selain itu, 62% responden melaporkan adanya peningkatan ancaman kekerasan terhadap pimpinan perusahaan dalam dua tahun terakhir.
Managing Director PT G4S Security Service (G4S Indonesia), Achmad Pratama Kosasih, menjelaskan ketidakstabilan ekonomi erat kaitannya dengan tekanan indikator makroekonomi, seperti inflasi dan tingkat pengangguran.
“Impact dari situ sebenarnya lanjut lagi bisa dikatakan ke social uncertainty juga,” ujar Rama, sapaan akrabnya, dalam wawancara dengan Kontan di Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Rama menambahkan, percepatan arus informasi di era digital juga memicu misinformasi yang sering berujung pada tindakan kriminalisasi. Para eksekutif, yang dipandang sebagai simbol perusahaan, kerap menjadi sasaran ketidakpuasan publik.
“Mereka dianggap sebagai simbol yang bertanggung jawab atas employee, sosial, atau secara langsung ekonomi di daerah mereka beroperasi,” jelasnya.
Dari berbagai bentuk ancaman, 41% di antaranya berasal dari kasus fraud atau penipuan internal, termasuk penggelapan aset yang dilakukan secara terstruktur.
Untuk merespons kondisi ini, perusahaan di Indonesia memperkuat perlindungan bagi jajaran eksekutifnya.
Sebanyak 71% perusahaan meningkatkan prosedur keamanan internal, dan 60% menyediakan personel pengamanan dekat bagi pimpinan mereka. Tingkat ini menjadi yang tertinggi kedua di dunia.
Indonesia juga menempati posisi teratas di tingkat regional dan global untuk langkah perlindungan eksekutif lainnya. Misalnya, 59% perusahaan melakukan pemantauan ancaman daring, dan 55% menyediakan perlengkapan pelindung pribadi seperti kendaraan berpengaman.
Pencapaian ini menempatkan Indonesia di posisi teratas Asia dan ketiga secara global.
Riset juga menunjukkan, 71% responden memperkirakan anggaran keamanan fisik akan meningkat dalam satu tahun ke depan.
Fokus investasi diarahkan pada teknologi keamanan mutakhir, di mana 60% perusahaan berencana mengadopsi sistem deteksi intrusi berbasis AI, dan 55% akan menggunakan teknologi kontrol akses biometrik dalam dua tahun mendatang.
Rama menekankan, akar persoalan tetaplah kondisi ekonomi yang harus diperbaiki. “Kalau pemerintah mana pun pasti tugasnya satu, menjaga stabilitas ekonomi dan sosial,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi erat antara pihak keamanan perusahaan, pemerintah, dan media.
“Kolaborasi ini dibutuhkan. Kadang-kadang security hanya menjadi front line untuk menangani dampak, tapi sebenarnya ada crisis communication factor yang harus diselesaikan perusahaan,” pungkas Rama.