Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor pada Oktober 2025 mencapai US$ 24,24 miliar.
Kinerja ekspor ini terkontraksi 2,31% year on year (yoy) bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kontraksi ini terjadi setelah pada September 2025 tercatat tumbuh 11,41% yoy.
Kepala Makroekonomi dan Riset Pasar Bank Permata Faisal Rachman mencatat, berdasarkan komoditas, baik ekspor crude palm oil (CPO) maupun batubara mencatat penurunan tahunan pada Oktober 2025, mengimbangi pertumbuhan yang solid pada kategori ekspor lainnya.
Penurunan CPO dan batubara lanjutnya, kemungkinan mencerminkan normalisasi harga yang berkelanjutan pada Oktober 2025, dengan CPO turun 1,13% yoy dan batubara turun 19,04% yoy.
Sementara itu, produk-produk bernilai tambah tinggi tetap tangguh di tengah ketidakpastian global, karena ekspor besi dan baja dan mesin listrik masing-masing naik 14,58% yoy dan 28,62% yoy.
Sementara itu, secara bulanan ekspor pada Oktober juga mengalami kontraksi sebesar 1,79% month to month (mtm), lebih dalam dibandingkan penurunan 1,14% per bulan yang tercatat pada bulan sebelumnya.
“Logam mulia dan besi dan baja menjadi pendorong utama penurunan bulanan ini. Melemahnya ekspor besi dan baja kemungkinan terkait dengan melemahnya permintaan dari China, yang mencerminkan perlambatan sektor manufaktur China,” tutur Faisal kepada Kontan, Selasa (2/12/2025).
Hal ini juga tercermin dalam kontraksi ekspor bulanan Indonesia ke China, yang turun sebesar 0,77% mtm.
Ekspor logam mulia juga mencatat mengalami penurunan paling tajam di antara 10 kategori ekspor utama Indonesia, turun sebesar 68,04% mtm (atau US$ 1,29 miliar), sebagian besar disebabkan oleh penurunan signifikan pengiriman ke Singapura, tujuan utama komoditas ini. selain itu, Faisal juga melihat ekspor ke Singapura turun sebesar 25,67% mtm, menandai kinerja terlemah di antara mitra dagang utama Indonesia.
Ke depan, Faisal menilai pertumbuhan ekspor akan lebih menyempit, bila dibandingkan pertumbuhan nilai impor.
Pertumbuhan ekspor lanjutnya, akan kembali ke level normal setelah adanya lonjakan pengiriman menjelang penerapan tarif resiprokal pada Agustus 2025. Namun proses penyesuaian ini akan berlangsung bertahap dan sangat bergantung pada stabilnya permintaan dari mitra dagang utama, terutama untuk komoditas utama ekspor seperti CPO, besi dan baja, serta mesin listrik.
Meski demikian, ia menilai, dampak perang dagang mulai mereda seiring semakin terbukanya Amerika Serikat terhadap proses negosiasi.
Perluasan jaringan perjanjian dagang Indonesia serta semakin dalamnya integrasi dengan rantai pasokan global turut memperkuat prospek ekspor, didukung oleh upaya berkelanjutan untuk memperoleh tarif 0% bagi berbagai produk unggulan yang masih memiliki potensi peningkatan.