Sumber: Kompas.com | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru disahkan akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.
“Undang-undang ini akan mulai berlaku nanti tanggal 2 Januari 2026,” ujar Puan dalam konferensi pers usai rapat paripurna pengesahan KUHAP di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Puan menjelaskan, penyelesaian revisi KUHAP penting dilakukan karena undang-undang tersebut telah berlaku selama 44 tahun dan membutuhkan pembaruan.
Oleh karena itu, dia menilai proses penyelesaian revisi yang telah berlangsung hampir dua tahun tidak boleh terhambat, agar perbaikan sistem peradilan pidana bisa segera diterapkan.
“Jadi kalau tidak diselesaikan dalam proses yang sudah berjalan hampir 2 tahun, tentu saja kemudian tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah yang sudah 44 tahun undang-undang ini berlaku,” kata Puan.
“Dan banyak sekali hal-hal yang diperbaharui yang sudah melibatkan banyak pihak yang kemudian dalam pembaharuannya itu berpihak kepada hukum yang mengikuti zaman atau hukum-hukum atau undang-undang yang berlaku sekarang,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, DPR RI resmi mengesahkan RUU KUHAP menjadi undang-undang dalam rapat paripurna yang digelar pada Selasa siang.
Selama proses pembahasan, ada 14 substansi revisi KUHAP yang disepakti oleh DPR dan pemerintah, berikut daftarnya:
1. Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
2. Penyesuaian nilai hukum acara pidana sesuai KUHP baru yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
3. Penegasan prinsip diferensiasi fungsional antara penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin masyarakat.
4. Perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut umum serta penguatan koordinasi antarlembaga.
5. Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk perlindungan dari ancaman dan kekerasan.
6. Penguatan peran advokat sebagai bagian integral sistem peradilan pidana.
7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif.
8. Perlindungan khusus kelompok rentan seperti disabilitas, perempuan, anak, dan lansia.
9. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam seluruh tahap pemeriksaan.
10. Perbaikan pengaturan upaya paksa dengan memperkuat asas due process of law.
11. Pengenalan mekanisme hukum baru seperti pengakuan bersalah dan penundaan penuntutan korporasi.
12. Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi.
13. Pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban atau pihak yang dirugikan.
14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.