Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah memutuskan menunda penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang sebelumnya direncanakan mulai berlaku pada 2026.
Padahal, dari kebijakan tersebut pemerintah menargetkan tambahan penerimaan sebesar Rp 7 triliun.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan, pungutan cukai MBDK baru akan diberlakukan ketika pertumbuhan ekonomi nasional sudah berada di atas 6%.
Sebagai alternatif, pemerintah akan menggenjot penerimaan dari pungutan bea keluar emas dan batubara pada tahun depan. Potensi penerimaannya diperkirakan mencapai Rp 23 triliun.
Keputusan ini disayangkan Direktur Ekonomi Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda.
Ia menilai MBDK sudah memenuhi seluruh aspek untuk dikenakan cukai, terutama karena produk tersebut memiliki eksternalitas negatif bagi kesehatan.
“Seharusnya cukai MBDK tetap dikenakan, dan bea keluar emas juga dikenakan,” kata Huda kepada Kontan.co.id, Senin (8/12/2025).
Namun ia memahami pemerintah mempertimbangkan dampak langsung kebijakan terhadap kondisi makroekonomi.
Menurutnya, pengenaan cukai MBDK berpotensi menekan daya beli masyarakat karena permintaan minuman manis akan turun.
“Meski begitu, saya tetap menilai cukai MBDK perlu diterapkan karena tujuannya memang mengurangi konsumsi barang berkesternalitas negatif,” ujarnya.
Di sisi lain, pungutan bea keluar emas dan batubara dinilai lebih aman bagi masyarakat karena dampaknya tidak langsung dirasakan konsumen. “Dampaknya lebih ke perdagangan emas, bukan ke masyarakat luas,” pungkas Huda.