Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-YOGYAKARTA. Peneliti menilai bahwa kebijakan perubahan iklim di tingkat daerah sering kali tidak tepat sasaran karena data iklim yang tersedia masih bersifat makro dan belum menggambarkan realitas di tingkat komunitas.
Dorongan untuk melakukan downscaling data, yakni proses menerjemahkan data iklim nasional atau global menjadi informasi detail di tingkat lokal mengemuka dalam sesi Knowledge and Innovation Exchange (KIE) Roadshow Yogyakarta, Kamis (20/11).
Peneliti dari Universitas Andalas, Arrum Harahap menekankan bahwa banyak strategi adaptasi iklim gagal diterapkan secara efektif karena informasi dasar yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat.
"Data iklim seperti suhu, curah hujan, atau badai memang tersedia. Tapi seringkali belum di downscale ke level komunitas dan belum mencerminkan realitas masyarakat," kata Arrum.
Penelitian yang dilakukan di Mentawai, Aceh, dan Queensland menunjukkan bahwa adaptasi perubahan iklim baru dapat berjalan efektif ketika data ilmiah dipadukan dengan pengetahuan lokal, termasuk pengalaman dan praktik perempuan adat.
Pendekatan ini, menurut Arrum, tidak hanya meningkatkan akurasi kebijakan, tetapi juga memastikan solusi yang disusun dapat diterima dan dijalankan oleh komunitas.
Senada dengan itu, Peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Budy Wiryawan menambahkan bahwa data iklim yang dihasilkan teknologi modern seperti remote sensing, kecerdasan buatan, dan sistem informasi geospasial tetap membutuhkan validasi dari pengetahuan adat setempat.
Hal ini disebutnya penting terutama di wilayah seperti Kalimantan Barat yang menghadapi tantangan deforestasi dan perubahan tata guna lahan.
Ia menegaskan bahwa pendekatan berbasis komunitas dan berperspektif GEDSI (gender, disabilitas, dan inklusi sosial) membantu memastikan keputusan adaptasi iklim dapat memperkuat kelompok rentan yang paling terdampak.