Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Global Market Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto menilai peningkatan jumlah pengangguran sepanjang tahun 2025 disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari lesunya dunia usaha karena faktor musiman maupun rasionalisasi di sektor padat karya, hingga terbatasnya rekrutmen aparatur sipil negara (ASN).
“Faktor musiman juga berpengaruh karena awal tahun ada musim panen dan penyerapan tenaga kerja lebih banyak. Namun setelah itu, permintaan tenaga kerja kembali menurun,” ujar Myrdal kepada Kontan, Rabu (5/11/2025).
Ia menjelaskan, sejumlah industri padat karya, terutama di sektor manufaktur, melakukan rasionalisasi atau pengurangan tenaga kerja di tengah lemahnya permintaan ekspor.
“Meskipun di sisi informal ada penyerapan tenaga kerja, tapi itu belum cukup menampung pengangguran karena faktor musiman,” jelasnya.
Selain itu, terbatasnya pembukaan formasi ASN atau PNS oleh pemerintah pada tahun ini juga berpengaruh terhadap kenaikan jumlah pengangguran.
“Untuk pembukaan lapangan kerja PNS juga tidak dibuka, jadi itu saya lihat faktor lain kenapa pengangguran sedikit naik,” tambahnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran pada Agustus 2025 tercatat sebanyak 7,46 juta orang, turun tipis dibanding 7,47 juta orang pada Agustus 2024. Namun jika dibandingkan dengan Februari 2025 yang berjumlah 7,28 juta orang, angka pengangguran justru meningkat.
Kondisi serupa juga terlihat pada tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang turun dari 4,91% pada Agustus 2024 menjadi 4,85% pada Agustus 2025. Namun secara periodik, angka tersebut naik dari 4,76% pada Februari 2025.
Myrdal menekankan pentingnya langkah pemerintah untuk memperkuat program-program prioritas pembangunan agar mampu membuka lapangan kerja baru.
“Kalau program seperti MBG, kemandirian pangan, kemandirian energi, dan koperasi desa merah putih (KMDP) berjalan baik, maka permintaan tenaga kerja akan meningkat, terutama tenaga terampil,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menilai perlu ada perluasan pelatihan vokasi untuk mencetak tenaga kerja siap pakai, serta stimulus program magang agar mempercepat penyerapan tenaga kerja muda.
“Pemerintah dan berbagai pihak harus bekerja sama membuka pelatihan vokasi untuk tenaga kerja siap pakai. Program magang juga sudah bagus, tinggal diperluas implementasinya,” kata Myrdal.
Sebagai tambahan, ia menyarankan agar suku bunga juga diturunkan untuk mendorong ekspansi sektor manufaktur yang selama ini menjadi penyerap tenaga kerja terbesar.
“Kalau iklim suku bunga lebih longgar, ekspansi bisnis usaha dan industri manufaktur juga bisa lebih kencang,” pungkasnya.