Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa kembali menempatkan dana pemerintah sebesar Rp 76 triliun di sistem perbankan pada 10 November 2025. Penempatan dana ini dilakukan setelah pemerintah lebih dulu menempatkan Rp 200 triliun pada 31 Oktober 2025.
Purbaya merinci, penempatan dana sebesar Rp 76 triliun tersebut disalurkan kepada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Mandiri Tbk (Mandiri), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), masing-masing menerima Rp 25 triliun. Sementara Bank DKI mendapatkan alokasi Rp 1 triliun.
Menurut Purbaya, kebijakan penempatan dana pemerintah ini merupakan bagian dari komitmen menjaga likuiditas domestik serta memastikan transmisi kredit berjalan optimal.
Ia menjelaskan, pertumbuhan base money yang sempat mencapai 13,3% dan melambat menjadi 7,8%, sehingga pemerintah menilai perlu adanya tambahan dorongan likuiditas.
"Jadi kita pikir mungkin perlu didorong lagi, kita masukkan lagi Rp 76 triliun," ujar Purbaya saat konfrensi pers APBN Kita Edisi November, Kamis (20/11/2025).
Ia mengatakan setelah penempatan dana tersebut, likuiditas domestik menunjukkan penguatan. Hal ini terlihat dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang stabil di 11,5% serta pertumbuhan kredit yang solid di 7,4% pada Oktober 2025.
Meski begitu, Purbaya menyebut dampak penuh tambahan likuiditas baru akan terlihat dalam dua hingga tiga bulan ke depan.
“Jadi baru kita lihat impact penuhnya di Desember 2025 – Januari 2026,” katanya.
Lebih lanjut, tujuan penempatan dana pemerintah ini adalah menjaga biaya dana tetap rendah. Ia mencatat suku bunga deposito tenor enam bulan turun signifikan dari 6% menjadi 5,2% pada September 2025. Penurunan biaya dana itu diharapkan dapat diteruskan ke masyarakat dalam bentuk penurunan suku bunga kredit.
Per Oktober 2025, Purbaya menyebut suku bunga kredit tertimbang tercatat turun menjadi 9%, dari sebelumnya 9,12% pada Juli 2025.
“Ini memberikan indikasi bahwa intervensi pemerintah berhasil menurunkan cost of fund untuk mendorong aktivitas investasi dan konsumsi,” ujar Purbaya.