Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan mengungkapkan, lonjakan restitusi pajak secara tahunan pada Oktober 2025 turut menekan penerimaan pajak neto pada periode tersebut.
Penerimaan pajak hingga akhir Oktober 2025 baru mencapai Rp 1,459 triliun, atau baru 70,2% dari outlook. Penerimaan pajak ini mengalami kontraksi 3,9% bila dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 1.517,54 triliun.
Sementara itu, penerimaan pajak bruto hingga Oktober 2025 mencapai Rp 1.799,55 triliun atau tumbuh 1,8% dari periode sama tahun lalu.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto menyampaikan, penurunan penerimaan pajak tersebut terimbas lonjakan realisasi restitusi.
Adapun realisasi restitusi pajak hingga Oktober 2025 mencapai 36,4% secara tahunan, atau mencapai Rp 340,52 triliun, dari periode sama tahun lalu sebesar Rp 249,59 triliun.
“Restitusi melonjak sekitar 36,4%, sehingga walaupun penerimaan pajak bruto-nya sudah mulai positif penerimaan netonya masih mengalami penurunan,” tutur Bimo dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Senin (24/11/2025).
Dari realisasi restitusi Rp 340,52 triliun, terdiri dari penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan Rp 93,80 triliun atau tumbuh 80% dari periode sama tahun lalu.
Kemudian, dari pajak pertambahan nilai (PPN) Dalam Negeri Rp 238,86 triliun atau tumbuh 23,9% dari periode sama tahun lalu.
Terakhir, jenis pajak lainnya mencapai Rp 7,87 triliun atau naik 65,7% dari periode sama tahun lalu.
“Restitusi ini artinya uang kembali ke masyarakat, sehingga dengan restitusi, kas yang diterima oleh masyarakat, termasuk private sector, itu tentu bertambah dan diharapkan bisa meningkatkan aktivitas geliat perekonomian,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, restitusi adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang (kondisi ini terjadi dimana Wajib Pajak membayar pajak padahal seharusnya tidak terutang pajak), dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak PPh, PPN, dan/atau PPnBM (kondisi ini terjadi dimana Wajib Pajak membayar pajak lebih besar dari yang semestinya).