Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Penerimaan pajak dari bisnis financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending dan aset kripto mencapai Rp 5,95 triliun hingga akhir Oktober 2025.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Rosmauli melaporkan bahwa kontribusi terbesar berasal dari pajak fintech P2P lending yang mencapai Rp 4,19 triliun.
Secara rinci, penerimaan pajak fintech terdiri dari Rp 446,39 miliar pada 2022, Rp 1,1 triliun pada 2023, Rp 1,48 triliun pada 2024, dan Rp 1,15 triliun hingga Oktober 2025.
Pajak fintech tersebut berasal dari PPh 23 atas bunga pinjaman wajib pajak dalam negeri (WP DN) dan bentuk usaha tetap (BUT) sebesar Rp 1,16 triliun, PPh 26 atas bunga pinjaman wajib pajak luar negeri (WP LN) Rp 724,45 miliar, serta PPN dalam negeri atas setoran masa Rp 2,3 triliun.
Sebagai catatan, aturan pajak fintech berbasis P2P lending baru berlaku sejak 1 Mei 2022, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Penyelenggara Teknologi Finansial.
Sementara itu, penerimaan pajak dari aset kripto hingga Oktober 2025 tercatat sebesar Rp 1,76 triliun. Angka tersebut terdiri dari Rp 246,45 miliar pada 2022, Rp 220,83 miliar pada 2023, Rp 620,4 miliar pada 2024, dan Rp 675,6 miliar hingga Oktober 2025.
Pajak kripto ini mencakup Rp 889,52 miliar dari PPh 22 dan Rp 873,76 miliar dari PPN dalam negeri.
Sama seperti pajak fintech, pemungutan pajak kripto juga mulai berlaku 1 Mei 2022 dan dilaporkan pertama kali pada Juni 2022.
Secara total, penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital mencakup PPN PMSE, pajak fintech, pajak kripto, dan pajak SIPP yang telah mencapai Rp 43,75 triliun hingga Oktober 2025.
Angka ini menegaskan peran vital pajak digital sebagai salah satu sumber utama penerimaan negara di era transformasi digital.
"Realisasi Rp 43,75 triliun menegaskan bahwa ekonomi digital telah menjadi salah satu motor penting penerimaan negara," ujar Rosmauli dalam keterangannya, Rabu (3/12).
Ia menambahkan bahwa pemerintah akan terus mengoptimalkan pemajakan sektor digital agar semakin adil, sederhana, dan efektif.