Home | Saved News
(+) Save News



Transformasi Layanan Kesehatan: Permenkes 16/2024 Untungkan Pasien



Transformasi Layanan Kesehatan: Permenkes 16/2024 Untungkan Pasien

Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kebijakan baru Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang tertuang dalam Permenkes 16 Tahun 2024 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan dinilai membawa angin segar bagi efisiensi biaya dan kecepatan pelayanan pasien. 

Aturan baru yang mulai berlaku November 2025 ini memprioritaskan rujukan berdasarkan kompetensi layanan, bukan lagi berjenjang secara hierarkis.

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan skema baru ini sangat baik karena menyelesaikan masalah klasik rujukan berjenjang yang selama ini menyulitkan pasien. Rujukan lama yang harus berpindah dari RS Tipe D ke C, lalu ke B, dan seterusnya, seringkali membuat pasien tidak mendapat pelayanan langsung.

“Persoalannya kan selama ini berjenjang sehingga ada pasien dirujuk ke Tipe C. Tipe C formalitas hanya satu hari, dirujuk lagi, setelah itu baru dirawat. Nah, ini kan menyusahkan pasien, tidak dapat layanan langsung secara layak,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (16/11/2025).

Dengan rujukan berbasis kompetensi, pasien yang sakitnya sudah membutuhkan penanganan spesialis jantung, misalnya, bisa langsung dirujuk ke RS Tipe B atau A tanpa perlu mampir dulu ke RS Tipe C.

Timboel menegaskan, kebijakan ini juga secara finansial menguntungkan BPJS Kesehatan. Pasalnya, BPJS tidak perlu lagi menanggung biaya ganda. 

“Kalau dirujuk ke Tipe C, setelah itu Tipe C merujuk ke Tipe B, kan dua kali biaya. Kalau ke Tipe B langsung, berarti dia sudah langsung membayarnya untuk Tipe B. Tentunya ini bisa menurunkan tingkat biaya pelayanan,” terangnya.

Meskipun sistemnya sudah baik, Timboel mengingatkan bahwa tantangan terberat berada di level implementasi. Masalah klasik rumah sakit, seperti kuota harian, jam layanan dokter spesialis, hingga ketersediaan alat, bisa menjadi tantangan (bottleneck) baru.

“Kembali masalahnya bagaimana rumah sakit yang dituju bisa memenuhi. Dirujuklah ke Tipe B sesuai dengan kompetensinya, tapi di Tipe B itu kan ada kuota layanan, ada jam kerjanya. Ini yang akhirnya membuat pasien yang dirujuk juga sulit,” katanya.

Ia menekankan bahwa layanan yang layak, sebagaimana diamanatkan Pasal 34 UUD 1945, berarti layanan yang layak dijangkau, layak pelayanannya, dan layak alat kesehatannya. Kondisi seperti IGD penuh atau alat kesehatan tidak tersedia seharusnya tidak terjadi.

Dia bilang, untuk memastikan sistem rujukan berjalan optimal, BPJS Kesehatan harus memperkuat peran Petugas BPJS 1 di rumah sakit dan memperkuat sistem layanan pengaduan. Hal ini untuk mengontrol agar tidak ada kendala kuota, jam kerja, hingga persoalan pasien disuruh membeli obat sendiri di luar apotek rumah sakit.

“BPJS 1 harus mengontrol faskes tingkat 1 untuk bisa merujuk sesuai dengan kebutuhan yang tadi. Tidak ada kendala kuota, tidak ada jam kerja, tidak ada kendala dokternya hanya jam sekian sampai jam sekian,” pungkasnya.





Source Berita


© 2024 - DotNet HTML News - Using AngleSharp and .NET 8.0 LTS