Home | Saved News
(+) Save News

KNTI Ungkap Dilema Proyek Modernisasi Kapal Nelayan

Pemerintah menargetkan modernisasi 1.000 kapal nelayan dengan kapasitas 30 GT dan lebih dari 500 unit dengan kapasitas sekitar 150-500 GT.

17 September 2025 | 20.38 WIB


Nelayan melakukan aktivitas perikanan di pangkalan ikan tuna, Kelurahan Jambula,Ternate, Maluku Utara, 19 April 2025. Antara/Andri Saputra
Nelayan melakukan aktivitas perikanan di pangkalan ikan tuna, Kelurahan Jambula,Ternate, Maluku Utara, 19 April 2025. Antara/Andri Saputra

KESATUAN Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai proyek modernisasi kapal nelayan berpotensi mengerdilkan nelayan kecil di wilayah penangkapan. “(Program ini) menghadirkan dilema serius bagi masa depan nelayan tradisional Indonesia,” kata Ketua Umum KNTI Dani Setiawan dalam keterangan tertulis, Rabu, 17 September 2025.

Dani menjelaskan, KNTI mengidentifikasi 90 persen nelayan mengoperasikan kapal berukuran di bawah 10 tonase kotor atau gross tonnage (GT). Adapun pemerintah menargetkan modernisasi 1.000 kapal nelayan dengan kapasitas 30 GT dan lebih dari 500 unit dengan kapasitas sekitar 150-500 GT.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Itu berarti, terdapat kesenjangan teknologi dan kapasitas yang sangat besar antara nelayan tradisional dan program modernisasi. Dani mengatakan kesenjangan ini berpotensi membuat nelayan kecil termarjinalkan dari wilayah penangkapan tradisional mereka. 

Ia menyoroti kosongnya sistem zonasi yang berkeadilan membuat kapal berkapasitas 3-600 GT dapat beroperasi di zona yang sama dengan kapal di bawah 10 GT. Dani khawatir, kondisi tersebut menciptakan kompetisi tidak sehat dan berpotensi memicu konflik horizontal antarnelayan. 

Dani mengatakan kapal-kapal modern berkapasitas besar akan mendominasi daerah penangkapan ikan yang selama ini diakses nelayan tradisional sehingga berpotensi menggeser wilayah tangkap dan ekonomi yang sistematis. 

Kapal besar berpotensi menguras stok ikan di wilayah pesisir sehingga memaksa nelayan tradisional menuju perairan dengan risiko tinggi dengan hasil rendah. Terlebih, Dani mengaggap Sistem pengawasan dan perizinan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menghadapi tantangan berat dengan tambahan ribuan kapal modern.

KNTI mendesak pemerintah memenuhi rekomendasi seperti memberlakukan zonasi berkeadilan yang melindungi wilayah tangkap nelayan kecil, sistem pengawasan berbasis masyarakat, jaminan pendapatan minimum yang kompetitif dengan awak kapal perikanan luar negeri, dan skema jaminan sosial komprehensif.

Adapun modernisasi kapal merupakan satu dari lima program baru pemerintah bertajuk 8+4+5 untuk menciptakan lapangan kerja. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menargetkan 200 ribu lapangan pekerjaan tercipta dari lima program tersebut. 

Dani meragukan pemerintah bisa mencapai target tersebut. Ia mengatakan berdasarkan temuan KNTI, angkatan kerja di Indonesia cenderung memilih bekerja di luar negeri dengan pendapatan tinggi dan jaminan sosial, dibandingkan mengikuti program lokal yang tidak memberikan kepastian pendapatan dan jaminan sosial memadai. “Jika hal ini tidak dilihat maka berpotensi menciptakan kebijakan tidak tepat sasaran bukan penciptaan lapangan kerja tambahan yang berkualitas,” kata Dani. 

Ia menyoroti lemahnya jaminan sosial menjadi kelemahan krusial dalam program modernisasi perikanan. Sebab skema asuransi nelayan, jaminan pendapatan minimum, hingga program pensiun dan kesehatan khusus nelayan yang menurut Dani belum banyak dibicarakan dalam program ini.

 


Source Berita


© 2024 - DotNet HTML News - Using AngleSharp and .NET 8.0 LTS