17 September 2025 | 18.14 WIB
PENGADILAN Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus pailit PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk (SBAT) setelah proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dengan nomor perkara 3/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt. Pst berakhir. Emiten tekstil ini berlokasi di Cicalengka, Majalaya, dan Cikancung, Kabupaten Bandung.
Pengendali SBAT, Tan Heng Lok, menyatakan perusahaan sudah berhenti beroperasi sejak Juli 2024. “Putusan pailit tidak lagi berdampak pada kegiatan operasional maupun kelangsungan usaha perusahaan,” ujarnya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Rabu, 17 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Majelis hakim menunjuk Joko Dwi Atmoko sebagai hakim pengawas, serta Asri, Syafrullah Alamsyah, dan Irwandi Husni sebagai kurator. “Imbalan jasa kurator akan ditetapkan kemudian setelah mereka menjalankan tugasnya,” kata Tan.
Pailitnya SBAT menambah daftar emiten tekstil yang rontok setelah PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex lebih dulu dinyatakan pailit dan menutup pabrik pada Maret 2025. PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI), BUMN yang bergerak di bidang produksi peralatan telekomunikasi, tercatat memiliki 13,996 persen atau 665,25 juta lembar saham SBAT.
SBAT, yang berdiri pada 2003 dan melantai di Bursa Efek Indonesia pada 2020, fokus pada industri tekstil, pemintalan benang, penyempurnaan kain, percetakan, serta perdagangan tekstil dan pakaian. Perusahaan pernah mempekerjakan 294 orang pada 2022, turun dari 318 orang pada 2021.
Perusahaan memiliki kapasitas produksi 20 ribu ton per tahun dan mengekspor benang ke 22 negara dengan total 1,7 juta bal untuk 321 perusahaan. Namun, kinerja keuangan terus merosot. Laporan terakhir pada kuartal III 2023 mencatat penjualan Rp 11 miliar, anjlok dibanding Rp 87 miliar pada periode sama 2022. Penjualan lokal menyumbang Rp 8,6 miliar, ekspor Rp 2,4 miliar.
SBAT juga membukukan rugi Rp 23 miliar, lebih rendah dari rugi Rp 38 miliar tahun sebelumnya. Aset perusahaan tercatat Rp 643 miliar, turun dari Rp 657 miliar pada periode sama 2022.
Pilihan editor: Yang Terancam Ketika Gag Nikel Kembali Beroperasi